Minggu, 16 Desember 2012

Sejarah Al Qur'an pada masa Nabi


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an yang ada dihadapan kita hingga saat ini tentunya tidak akan pernah terlepas dari sejarahnya yang begitu melekat. Yang tentunya diawali dari turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dalam bahasa Nabi dari kalangan bangsa Arab, kaum muslimin dari golongan sahabat, tabi’in, ulama dan qurra’ yang amat memeperhatikan dengan serius. Kemudian sejarah penulisan Al-Qur’an sejak zaman Rasulullah SAW, kemudian masa Abu Bakar Ash- Shidiq r.a dan masa Utsman Bin Affan. Ada dua hal yang  membuat Al-Qur’an terjaga ketika itu. Pertama, hafalan yang tersimpan rapi dan terjaga dalam dada para sahabat. Kedua, tertulisnya Al-Qur’an seluruhnya tetapi dalam susunan yang belum teratur. Masih terpisah ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang terdiri dari kulit, tulang, pelepah kurma, batu tipis dan kayu.
Akan tetapi topik bahasan yang belum mendapat perhatian ulama dan kaum muslimin hingga saat ini adalah bahasan tentang sejarah Al-Qur’an dan tahapan-tahapan yang dilaluinya sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sampai dengan abad pertama Islam. Bahasan yang kerap kali terdengar  atau diperbincangkan hanyalah berkisar pada pembicaraan seputar ilmu-ilmunya saja, tapi belum ada topik bahasan yang banyak menyentuh tentang masalah ini yang padahal akan mendatangkan faedah yang cukup banyak. Tentunya bagi kalangan pelajar, baik siswa maupun mahasiswa, karena digunakan  sebagai kajian yang akan sangat membantu sekali dalam proses pengajaran dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan keilmuan.

B. Rumusan Masalah
1)      Bagaimanakah proses turunnya Al-Qur’an?
2)      Mengapa proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur?
3)      Bagaimanakah cara Nabi Muhammad SAW mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya?
4)      Bagaimanakah proses kodifikasi Al-Qur’an pada masa Nabi?
C.    Tujuan
1)      Sebagai refrensi keilmuan untuk menambah pengetahuan tentang sejarah Al-Qur’an sejak zaman Nabi.
2)      Sebagai bahan analisa dan kajian lebih mendalam bagi para kaum pelajar pada masa kini  khususnya bagi para Mahasiswa.
3)      Untuk memenuhi tugas dan perolehan nilai pada Mata Kuliah Ulumul Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Turunnya Al-Qur’an
Al Qur’an menurut suatu riwayat diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Dzulhijjah, bertepatan dengan Haji Wada’ tahun 10 H.[1] Proses turunnya Al Qur’an kepada Nabi Muhammad adalah melalui tiga tahapan berikut, yaitu :[2]
Tahap Pertama, Al Qur’an turun sekaligus dari Allah ke lauh al mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan ketetapan Allah. Proses pertama ini disyariatkan dalam firman Allah :

٢٢فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ  ٢١بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ

“Bahkan yang didustakan mereka ialah Al Qur’an yang mulia. Yang (tersimpan) dalam lauh al mahfuzh.”(QS. Al Buruj : 21-22)

            Tahap kedua,  Al Qur’an diturunkan dari lauh al mahfuzh ke baitul izzah (tempat yang berada di langit dunia). Proses kedua ini disyariatkan dalam firman Allah :

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadr : 1)

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang member peringatan.” (QS. Ad Dukhan : 3)

            Tahap ketiga, Al Qur’an diturunkan dari baitul izzah ke dalam hati Nabi Muhammad dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua ayat, dan kadang satu surat. Proses kedua ini disyariatkan dalam firman Allah :

بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ .عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ. نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ  

Dia dibawa turun oleh ar-rohul amin (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa arab yang jelas”. (QS. Asy Syu’ara : 193-195)

B.     Hikmah Turunnya Al Qur’an secara Berangsur-angsur

Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, tidak secara langsung melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Sering pula wahyu turun untuk menjawab pertanyaan dari para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi. Namun ada pula ayat yang turun tanpa ada latar belakang tertentu.

Dalam kenyataan tersebut terkandung hikmah dan faedah yang besar sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an itu sendiri :

“Berkatalah orang-orang kafir, “Mengapa Al Qur’an itu tidak diurunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat haimu dengannya dan Kami memabcakannya secara tartil.” (QS. Al Furqan : 32)[3]

Disamping hikmah yang telah disyariatkan ayat di atas, masih banyak hikmah yang terkandung dalam hal diturunkanya Al Qur’an secara berangsur-angsur, yaitu :

·         Memantapkan hati Nabi

·         Menentang dan melemahkan para penentang Al Qur’an

·         Memudahkan untuk dihafal dan dipahami

·         Mengikuti setiap kejadian yang karenanya Al Qur’an turun dan melakukan penahapan dalam penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syariat, dan akhlaq mulia.

·         Membuktikan bahwa Al Qur’an turun dari Allah dan bukan rekayasa manusia.

C.    Nabi Muhammad SAW Mengajarkan Al Qur’an kepada Sahabatnya

Nabi Muhammad adalah seorang yang ummi, tidak dapat membaca dan menulis. Karena itu perhatian Nabi hanya dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur'an persis sebagaimana halnya Al-Qur'an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah berfirman:[4]
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.” (Al-Jumu'ah: 2)
Jadi jelaslah bahwa pada masa ini, setiap wahyu yang turun, satu ayat atau lebih, terlebih dulu Nabi Muhammad SAW memahami dan menghafalkannya, kemudian disampaikan dan diajarkan kepada sahabatnya persis seperti apa yang diterimanya tanpa ada perubahan dan penggantian sedikitpun. Selanjutnya Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat yang telah menerima ayat-ayat itu untuk menghafalkannya dan meneruskannya pula kepada para pengikutnya.
  1. Kodifikasi Al Qur’an pada Masa Nabi
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang sangat dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga kerinduan Nabi Muhammad SAW terhadap kedatangan wahyu tidak sengaja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad ditempuh dengan dua cara :[5]
1.      Pertama, al Jam’u fis Sudur.
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya. Persis seperti dijanjikan Allah SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat 17, sebagai berikut :
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Q.S. Al-Qiyamah:17).
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW adalah hafiz (penghafal) Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Setiap kali Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala.
2.    Kedua, al Jam’u fis Suthur.
Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu Al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Sabit.
Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW sangatlah sederhana. Para penulis tersebut menuliskan wahyu yang diterima dari Rasulullah pada benda-benda yang lazim dipakai pada masa itu sebagai alat tulis, seperti pelepah korma, batu, tulang-tulang hewan atau kulit-kulit hewan yang telah disamak. Ayat-ayat yang telah ditulis ini kemdian disimpan di rumah Rasul sendiri. Disamping itu, para penulis wahyu ini, dan setiap orang Islam yang pandai tulis baca pada masa itu menuliskan pula ayat-ayat Al Qur’an tersebut untuk diri dan keluarga mereka yang dipakai dan disimpan di rumah mereka masing-masing.
Kepada para penulis wahyu ini Rasul menunjukkan letak masing-masing ayat yang akan mereka tuliskan, yaitu didalam surat mana, sebelum atau sesudah ayat mana. Hal ini disebabkan susunan ayat itu tidak kronologis, sebab kebanyakan surat tidaklah diturunkan sekaligus komplit. Sering kali suatu surat belum selesai diturunkan semua ayat-ayatnya telah disusuli pul aoleh surat-surat lainnya sehingga apabila turun suatu ayat, Rasulullah lalu menunjukkan letak ayat itu. Apabila suatu surat telah lengkap diturunkan semua ayat-ayatnya, Rasulullah lalu memberikan nama untuk surat itu, dan untuk memisahkan antara suatu surat dengan surat yang sebelum atau sesudahnya. Rasulullah menyuruh letakkan lafazh basmalah pada awal masing-masing surat itu. Tertib urut masing-masing ayat pada surat itu dikokohkan pula oleh Nabi sendiri dengan bacaan-bac aannya dalam waktu shalat ataupun diluar shalat.
Dalam rangka penulisan dan pemeliharaa al-qur’an ini Rasulullah mengeluarkan aturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat Al Qur’an sajalah yang boleh mereka tuliskan. Adapun hadis-hadis atau pelajaran yang lainnya yang juga mereka terima dari Rasulullah tidak boleh dituliskan di masa itu.
Larangan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kesucian dan kemurnian Al Qur’an, yakni supaya Al Qur’an ini tetap terpelihara keasliannya, tidak tercampur aduk dengan kata-kata atau pelajaran-pelajaran lain yang juga mereka terima dari Rasulullah, tapi bukan ayat-ayat Al Qur’an.
Cara yang telah dilakukan Rasulullah dalam rangka memperhebat dan memperlancar penulisan Al Qur’an kepada kaum muslimin untuk memberantas buta huruf antara lain sebagai berikut :
·         Memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang-orang yang telah pandai menulis dan membaca.
Rasulullah SAW bersabda :         
 Pada hari kiamat tinta para ulama ditimbang dengan darah pada syuhada”.
Berdasarkan hadis ini berarti orang-orang yang pandai tulis baca ditempatkan sederajat dengan para pahlawan yang mati syahid di medan pertempuran.
·         Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha pemberantasan buta huruf. Pada perang Badr al-Kubra, kaum muslimin memperoleh kemenangan. Orang-orang musyrik banyak ditawan, dan diantara para tawanan ini banyak pula yang tidak dapat menebus dirinya sendiri itu, tetapi pandai baca tulis, maka Rasulullah memberikan suatu ketentuan, bahwa tawanan-tawanan tersebut dapat dibebaskan kembali dengan syarat masing-masing telah berhasil mengajar sampai pandai baca tulis 10 orang muslim.[6]
Dengan adanya berbagai macam usaha tersebut, bertambah besarlah keinginan masyarakat muslimin untuk meperlajari baca tulis, dan semakin banyak orang yang bebas dari buta huruf. Hal ini menyebabkan bertambah banyak pula jumlah kaum muslimin yang dapat ikut serta memelihara Al Qur’an dengan tulisan-tulisan disamping hafalan-hafalan mereka.
Dengan demikian terdapatlah di masa Nabi tiga unsur yang tolong menolong memelihara Alquran yang telah diturunkan itu, yaitu:
·         Hafalan dari mereka yang hafal Alquran
·         Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi.
·         Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Dan pada masa itu oleh Jibril diadakan ulangan (repitisi) sekali setahun. Waktu ulangan itu Nabi disuruh mengulang, memperdengarkan Al Quran yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat ulangan itu diadakan oleh Jibril dua kali.
Nabi sendiri sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-sahabatnya itu disuruhnya membacakan Al Quran di hadapannya, untuk membetulkan hafalan dan bacaan mereka.
Nabi baru wafat di waktu Al Qur’an itu telah cukup diturunkan dan telah dihafal oleh ribuan manusia dan telah ditulis dengan lengkap ayat-ayatnya. Ayat-ayatnya dalam suatu surah telah disusun menurut tertib urut yang ditunjukkan sendiri oleh Nabi.
Para sahabat telah mendengar Al Qur’an itu dari mulut Nabi berkali-kali dalam shalat, dalam pidato-pidato beliau dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain sebagaimana Nabi sendiripun telah mendengar pula dari mereka. Pendeknya Al Qur’anul Karim telah dijaga dan dipelihara dengan baik dan Nabi telah menjalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Al Qur’an itu sesuai dengan keadaan bangsa Arab di waktu itu.[7]









 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Proses turunnya Al Qur’an secara umum terbagi dalam tiga tahap, yaitu :

·         Al Qur’an diturunkan sekaligus dari Allah ke lauh al mahfuzh.

·         Al Qur’an diturukan dari lauh al mahfuzh ke baitul ‘izzah.

·         Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur ke hati Nabi.

2.      Adapun hikmah diturunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur adalah sebagai berikut :

·         Memantapkan hati Nabi.

·         Melemahkan para penentang Al Qur’an.

·         Memudahkan untuk dihafal dan dipahami.

·         Mengikuti setiap kejadian (penetapan syariat).

·         Membuktikan bahwa Al Qur’an dating dari Allah dan bukan rekayasa manusia.

3.      Nabi Muhammad adalah seorang yang  ummi, tidak dapat membaca dan menulis. Oleh karena itu, setiap ada wahyu yang turun akan beliau hafalkan, kemudian beliau sampaikan dengan cara membacakan hafalannya dihadapan para pengikutnya.

4.      Proses kodifikasi Al Qur’an pada masa Nabi terjadi dalam dua cara, yaitu :

·         al jam’u fis sudur

·         al jam’u fis suthur

 

B.     Saran

Studi ini baru merupakan studi yang dangkal mengenai sejarah Al Qur’an dan proses kodifikasinya pada masa Nabi. Untuk itu disarankan untuk para akademis untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam dan lebih detail terhadap pesoalan tersebut.
Pada tatanan  praktis disarankan kepada generasi muda untuk memperkaya, mengkaji, mengembangkan, dan menjaga Al Qur’an sebagai kitab suci umat islam


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Az Zanjani. Tarikh Al Qur’an. Iran : Islamic Propagation Organization. 1984. Hal 53.
Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji, “Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media. Jakarta Pusat. 2007.
Ali, K.,  A Study Of Islamic History. India: Idarah Adabiyah Delli, 1980.
Amrullah, M. (2010). Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an. Diakses Pada Oktober 3, 2012, dari Scribd: http://www.scribd.com
Anwar, Rohison. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia. 2009. Hal 48.
Hudhari Bik, tarikh At-Tasyri Al Islami, terjemahan Mhammad Zuhri, Rajamurah Al Qana’ah, 1980, hal 5-6.
Subhi Ash-Shalih, Mabahits fi Ulum Al Qur’an, Dar Al Qalam li Al Malayyin, bairut, 1998, hal. 51


.

MAKALAH
SEJARAH DAN KODIFIKASI AL QUR’AN PADA MASA NABI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Supandi, M. Ag

iain.JPG

Disusun oleh :
1.      Angling Faraga Kuntari
2.      Azizah
3.      Chelin Indra Sushmita
4.      Dede Satriyo Nugroho
5.      Diah Ayu Utami
6.      Dicky Andhika Nur Prasetyono Wibowo


PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN SURAKARTA
2012


[1] Hudhari Bik, tarikh At-Tasyri Al Islami, terjemahan Mhammad Zuhri, Rajamurah Al Qana’ah, 1980, hal 5-6.
[2] Subhi Ash-Shalih, Mabahits fi Ulum Al Qur’an, Dar Al Qalam li Al Malayyin, bairut, 1998, hal. 51.
[3] Anwar, Rohison. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia. 2009. Hal 48.
[4] Abdullah Az Zanjani. Tarikh Al Qur’an. Iran : Islamic Propagation Organization. 1984. Hal 53.
[5] Amrullah, M. (2010). Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an. Diakses Pada Oktober 3, 2012, dari Scribd: http://www.scribd.com
[6] Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji, “Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media. Jakarta Pusat. 2007.

[7] Ali, K.,  A Study Of Islamic History. India: Idarah Adabiyah Delli, 1980.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar