BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Segala amal perbuatan manusia, perilaku
dan tutur katanya tidak dapat lepas dari ketentuan hukum syari'at, baik hukum
syari'at yang tercantum di dalam Quran dan Sunnah, maupun yang tidak tercantum
pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber lain yang diakui syari'at.
Sebagaimana yang di katakan imam
Ghazali, bahwa mengetahui hukum syara' merupakan buah (inti) dari ilmu Fiqh dan
Ushul fiqh. Sasaran kedua di siplin ilmu ini memang mengetahui hukum syara'
yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Meskipun dengan tinjauan yang
berbeda. Ushul fiqh meninjau hukum syara' dari segi metodologi dan
sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh meninjau dari segi hasil penggalian hukum
syara', yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang
mukallaf, baik berupa igtidha (tuntutan perintah dan larangan), takhyir
(pilihan), maupun berupa wadhi (sebab akibat), yang di maksud dengan ketetapan
Allah ialah sifat yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang
berhubungan dengan orang-orang mukallaf. Seperti hukum haram, makruh, wajib,
sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani')dan ungkapan lain
yang akan kami jelaskan pada makalah ini yang kesemuanya itu merupakan objek
pembahasan ilmu Ushul fiqh.
Maka, lewat makalah ini kami akan
mencoba membahas tentang hukum syara' yang berhubungan dengan hukum taklifi dan
hukum wadhi. Semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam proses pemahaman
dalam mempelajari ilmu Ushul fiqh.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari hukum, dan bagaimana pembagiannya?
2. Apa
pengertian, syarat, macam dan hal-hal lain yang terkait dengan mahkum bih?
3. Apa
pengertian dari mahkum’alaih dan apa
saja yang terkandung di dalamnya?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
makna hukum, dan menguraikan pembagiannya.
2. Menjelaskan
makna mahkum bih dan hal-hal yang
terkait di dalamnya.
3. Menjelaskan
makna mahkum ‘alaih dan hal-hal yang
terkait di dalamnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hukum
Syar’i
1.
Definisi
Hukum
Syaikh
‘Abdul Wahhab Khallaf rahimahullah, dalam kitab beliau ‘Ilm Ushul al-Fiqh:
خطاب
الشارع المتعلق بأفعال المكلفين طلبا أو تخييرا أو وضعا
“Seruan
asy-Syari’ yang berhubungan dengan aktivitas mukallaf, berupa tuntutan,
pemberian pilihan, atau penetapan.” (lihat ‘Ilm Ushul al-Fiqh halaman
100)
Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili, dalam kitab beliau al-Wajiz fi
Ushul al-Fiqh:
خطاب
الله تعالى المتعلق بأفعال المكلفين بالإقتضاء أو التخيير أو الوضع
“Seruan
Allah ta’ala yang berhubungan dengan aktivitas mukallaf, berupa tuntutan,
pemberian pilihan, atau penetapan.” (lihat al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh halaman
119)
Yang dimaksud dengan khitab
Allah dalam definisi tersebut adalah
semua bentuk dalil , baik Al Qur’an, As Sunnah maupun dalil syar’i yang lain
seperti ijma’ dan qiyas. Namun, menurut ulama’ ushul kontemporer, seperti Ali
Hasaballah dan Abdul Wahhab Khallaf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
dalil hanyalah Al Qur’an dan As sunnah saja. Sedangkan ijma’ dan qiyas hanya
berfungsi sebagai penjela dari hukum-hukum yang telah ditulis dalam Al Qur’an
dan As sunnah. Dengan demikian, sesuatu yang disandarkan pada kedua dalil
tersebut tidak semestinya disebut sumber
hukum.[1]
2.
Pembagian Hukum
Dari definisi hukum di atas, maka hukum menurut ulama ushul terbagi
dalam dua bagian, yaitu :
v
Hukum Taklifi
Yang
dimaksud dengan hukum taklifi adalah hukum syar’i yang mengandung tuntutan
(untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukallaf) atau mengandung pilihan
antara yang dikerjakan dan ditinggalkan.
Contoh hukum yang menuntut kepada mukallaf
untuk berbuat adalah firman Allah
SWT :
خذ مِن
أموالهم صدقة…
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka” (Q.S.
At-Taubah : 103).
Contoh hukum
yang menuntut kepada mukallaf untuk tidak
berbuat adalah firman Allah SWT :
لا يسخر قوم
من قوم …
“Janganlah
suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain” (Q.S.
Al-Hujurat:11).
Contoh hukum
yang menghendaki agar mukallaf memilih
antara berbuat dan meninggalkan adalah firman Allah SWT :
وإذا حللتم
فاصطادوا…
“Dan apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka kamu boleh berburu” (Q.S. Al-Maidah
: 2).
Ø Bentuk hukum taklifi menurut ulama
ushul fiqh (mutakallimin)
·
Ijab
Tuntutan syar’i yang bersifat untuk
melaksanakan sesuatu dan tidak boleh ditinggalkan. Orang yang meninggalkannya
akan dikenai sanksi. Misalnya dalam QS. An Nur : 56
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat…”
·
Nadb
Tuntutan untuk melaksanakan suatu
perbuatan yang tidak bersifat memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga
seseorang tidak dilarang untuk meninggalkannya. Misalnya dalam QS. Al Baqarah :
282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai (hutang) dalam waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu
menuliskannya…”
·
Ibahah
Khitab Allah yang bersifat fakultatif, mengandung pilihan antara berbuat
atau tidak berbuat secara sama. Misalnya dalam QS. Al Maidah : 2
وإذا حللتم
فاصطادوا…
“Dan apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka kamu boleh berburu”
·
Karahah
Tuntutan untuk meninggalkan suatu
perbuatan, tetapi tuntutan tersebut tidak bersifat memaksa. Misalnya dalam
hadits Nabi SAW yang berbunyi :
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”
·
Tahrim
Tuntutan untuk meninggalkan suatu
perbuatan dengan tuntutan yang memaksa. Misalnya dalam QS. Al An’am : 151
“…janganlah kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah…”
Ø Bentuk hukum taklifi menurut ulama
Hanafiyyah
·
Iftiradh
Tuntutan Allah kepada mukallaf yang
bersifat memaksa dengan berlandaskan dalil yang qath’i. Misalnya, tuntutan
untuk melaksanakan sholat dan membayar zakat.
·
Ijab
Tuntutan Allah kepada mukallaf yang
bersifat memaksa, tetapi melalui dalil zhanni (relative benar). Misalnya,
kewajiban membayar zakat fithrah.
·
Nadb
Maksudnya sama dengan yang
dikemukakan jumhur ulama mutakallimin.
·
Ibahah
Maksudnya sama dengan yang
dikemukakan jumhur ulama mutakallimin.
·
Karahah Tanzihiyyah
Tuntutan Allah kepada mukallaf untuk
meninggalkan suatu pekerjaan, tetapi tuntutannya tidak bersifat memaksa.
Misalnya, larangan puasa pada hari jum’at.
·
Karahah Tahrimiyyah
Tuntutan Allah kepada mukallaf untuk
meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara memaksa, tetapi didasarkan pada dalil
yang zhanni.
·
Tahrim
Tuntutan Allah kepada mukallaf untuk
meninggalkan suatu pekerjaan secara memaksa dengan dalil qath’i. Misalnya larangan
berzina (QS. An Nur : 2).
v
Hukum Wadh’i
Yang
dimaksud dengan hukum wadh’i adalah firman Allah yang mengandung pengertian
terjadinya sesuatu adalah sebagai sebab, syarat atau penghalang.
Contoh
firman Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab adalah
“Dan dirikanlah sholat setelah matahari tergelincir..”
(QS. Al Isra’ : 78).
Pada
ayat tersebut, tergelincirnya matahari dijadikan sebab wajibnya sholat.
Contoh
firman Allah yang menjadikan sesuatu sebagai syarat adalah
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk kawin (dewasa).” (QS. An Nisa : 6)
Ayat
tersebut menunjukkan kedewasaan anak yatim menjadi syarat hilangnya perwalian
atas dirinya.
Contoh
khittab Allah yang menjadikan sesuatu sebagai penghalang adalah
“Pembunuh tidak mendapat warisan.”
Hadits
tersebut menunjukkan bahwa pembunuhan sebagai penghalang untuk mendapatkan
warisan.
Ø
Macam-macam hukum wadh’i
·
Sebab
Sifat yang nyata dapat diukur yang dijelaskan oleh nash
(al-qur`an dan hadis) bahwa kebenarannya menjadi sebab adanya hukum.
·
Syarat
Sesuatu yang berada di luar hukum syarak tetapi
keberadaan hukum syarak tergantung kepadanya. Jika syarat tidak ada hukum pun
tidak ada. Misalnya wudhu adalah syarat sahnya sholat.
·
Mani’ (penghalang)
Sesuatu yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya
hukum atau tidak adanya sebab bagi hukum.
·
Shahihah
Yaitu suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syar’I,
yaitu terpenuhinya sebab, syarat dan tidak ada mani’ (penghalang).
·
Bathal
Yaitu terlepasnya hukum syar’i dari ketentuan yang
ditetapkan dan tidak ada akibat hukum yang ditimbulkan. Misalnya memperjual
belikan minuman keras. Akad ini dipandang batal, karena minuman keras tidak
bernilai harta dalam pandangan syar’i.
·
‘Azimah dan Rukhshah
Azimah yaitu peraturan Allah SWT yang asli san tersurat
pada Nas (al-qur`an dan hadis). Rukhsah yaitu ketentuan yang disyariatkan oleh
Allah SWT sebagai keringanan yang diberikan kepada mukalaf dalam
keadaan-keadaan khusus. Contoh : bagi orang yang dalam perjalanan jauh diber
keringan untuk mengerjakan salat zuhur diwaktu Ashar dan shalat maghrib di waktu
Isya.
v Perbedaan Hukum Taklif
dengan Hukum Wadh’i
·
Hukum taklif mengandung tuntutan
untuk melaksanakan, meninggalkan atau memilih untuk berbuat atau tidak berbuat.
Hukum wadh’i mengandung keterkaitan antara dua persoalan, sehingga salah satu
diantaranya dapat dijadikan sebab, syarat atau penghalang.
·
Hukum taklif harus sesuai
dengan kemampuan mukallaf.
·
Hukum taklif ditujukan kepada
mukallaf, yaitu orang yang baligh dan berakal. Hukum wadh’i ditujukan kepada
manusia secara umum.
B.
Mahkum
bih
1.
Definisi
Yang dimaksud dengan mahkum bih (objek hukum) adalah sesuatu
yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh
manusia, atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. Dalam
istilah ushul fiqh, mahkum bih atau objek hukum ialah
sesuatu yang berlaku padana hukum syar’i.
2.
Syarat
·
Mukallaf mengetahui
perbuatan yang akan dilakukan, sehingga tujuannya dapat ditangkap dengan jelas
dan dapat ia laksanakan.
·
Mukallaf harus
mengetahui sumber taklif.
·
Perbuatan harus mungkin
dilaksanakan atau ditinggalkan.
C.
Mahkum
‘alaih
1.
Definisi
Yang dimaksud dengan mahkum ‘alaih (subjek hukum) adalah
orang-orang yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya
diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah.
2.
Syarat
·
Seseorang telah mampu
memahami khittab syar’i (tuntutan hukum) yang terkandung dalam nash.
·
Seseorang harus mampu
dalam bertindak hukum, dalam ushul fiqh disebut ahliyyah. Ahliyyah adalah
kecakapan menangani suatu urusan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Hukum Islam atau disebut juga hukum syara’ menurut
istilah ulama ahli ushul adalah khithob (doktrin) syar’i yang berhubungan
dengan perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan, pilihan, atau ketetapan.
2. Hukum Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu hukum
taklifi dan hukum wadh’i.
3. Hukum taklifi adalah
hukum syar’i yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh
para mukallaf) atau mengandung pilihan antara yang dikerjakan dan ditinggalkan.
Hukum Taklifi ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu ijab, nadb, tahrim,
karahah, dan ibadah.
4. Hukum
Wadh’i adalah titah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya
sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga sebagai
penghalang (man’) bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. Hukum wadh’i dibagi menjadi tiga, yaitu sebab,
syarat, mani’. Namun sebagian ulama memasukkan sah, fasad dan batal
serta azimah dan rukhshah.
5. Mahkum bih (objek
hukum) adalah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau
ditinggalkan oleh manusia, atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan
atau tidak. Dalam istilah ushul fiqh,
mahkum bih atau objek hukum ialah
sesuatu yang berlaku padana hukum syar’i.
6. Mahkum ‘alaih (subjek
hukum) adalah orang-orang yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala
tingkah lakunya diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah.
B.
Saran
Studi ini baru merupakan studi yang dangkal mengenai hukum
syar’i. Untuk itu disarankan kepada para akademisi untuk melakukan penelitian
yang lebih mendalam dan lebih mendetail terhadap persoalan tersebut. Pada
tatanan praktis disarankan kepada generasi muda untuk memperkaya ilmu
pengetahuan tentang dunia agama khususnya ilmu ushul fiqh
DAFTAR PUSTAKA
‘Ilm Ushul al-Fiqh, karya Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf, Penerbit Maktabah ad-Da’wah
al-Islamiyah, Syabab al-Azhar
al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, Penerbit Daar al-Fikr,
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul
Fiqih. Bandung : Pustaka Setia.
Effendi, Satria. 2008. Ushul Fiqh.
Jakarta : Kencana
Dr.H. Nasrun Haroen, M.A. ushul fiqh 1. Jakarta: Logos wacana
ilmu, 1997
MAKALAH
HUKUM
SYAR’I
Disusun untuk memenuhi Tugas mata
kuliah Ushul Fiqh
Dosen pengampu : Drs. H.Khusaeri
Disusun oleh :
Chelin Indra
Sushmita
Eka Nur Widi
PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN
SURAKARTA
NOVEMBER 2012
Blackjack Casino - Mapyro
BalasHapusFind 서귀포 출장마사지 casino, slot machines, poker tables, blackjack at the casino, 광양 출장샵 인천광역 출장샵 blackjack at the 천안 출장샵 casino, blackjack at the casino, blackjack at the casino, blackjack at the casino, blackjack at 아산 출장샵 the casino, blackjack at the casino,